Pengembangan Kecakapan

BAB I
PENDAHULUAN
Pendidikan modern pada saat ini dihadapkan pada dilema substansial. Pendidikan diselenggarakan dengan menitik-beratkan pada transmisi sains yang tanpa karakter, sehingga proses dehumanisasi dalam proses pembangunan bangsa kerap terjadi. Lemahnya dunia pendidikan dalam mempromosikan nilai-nilai luhur bangsa menyebabkan semakin terkikisnya rasa kebanggaan terhadap tanah air, tanggung jawab sosial, bahkan komitmen beragama. Masih banyak praktek pendidikan yang belum memberikan kesempatan kepada murid untuk mengembangkan potensi agar memiliki kepribadian yang seutuhnya.
Secara konseptual pendidikan nasional mendukung gagasan tentang pendidikan terpadu sebagaimana tertuang dalam rumusan tujuan pendidikan nasional yaitu berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Rumusan tersebut menunjukkan betapa pentingnya keterpaduan dalam mengembangkan kualitas manusia pada semua dimensinya.
Membangun manusia yang cerdas harus bersamaan dengan memantapkan keimanan dan ketakwaan agar kecerdasan manusia tetap dalam sikap tunduk dan pengakuan akan keberadaan Tuhan. Mengembangkan pengetahuan dan keterampilan juga harus disertai dengan penanaman budi pekerti yang luhur agar manusia yang berpengetahuan tetap bersikap rendah hati sehingga terjadi keseimbangan antara kesehatan jasmani dan rohani.
Selanjutunya kami akan menjelaskan tentang bagaimana mengembangkan kecakapan dalam praktek pendidikan bagi setiap peserta didik agar dapat mengembangkan potensi untuk menjadi manusia yang seutuhnya.


BAB II
PEMBAHASAN
Sesuai dengan fitrahnya. Manusia memilki tiga dimensi yaitu: Ruh, Akal, Jasad. Ketiga dimensi tersebut harus dipelihara dengan seimbang. Gagne dalam Winkel, (1996:369) menyatakan bahwa fase dalam kegiatan membelajarkan adalah sebagai berikut.
1. Motivasi
Manusia adalah makhluk yang aktif. Aktifitas itu ditujukan untuk memenuhi kebutuhan menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Aktifitas manusia ini didorong oleh adanya kekuatan daya penggerak keaktifan itu, yang disebut MOTIVASI.
Paling ideal kalau pada tiap-tiap individu terdapat motivasi internal dalam mengikuti kegiatan pendidikan. Tetapi karena motivasi internal ini belum tentu ada pada setiap individu, maka dalam proses pendidikan perlu adanya motivasi eksternal. Pada hakikatnya motivasi internal mempunyai intensitas lebih kuat dan tahan lama dari pada motivasi eksternal. Dorongan untuk melakukan sesuatu itu kadang-kadang tidak ditentukan oleh motivasi tunggal, sebab pada diri seseorang terdapat bermacam-macam motivasi yang mendasari perbuatan orang tersebut. Begitu pula dalam mengikuti proses pembelajaran ada banyak macam motivasi. Begitu juga tingkat motivasi seseorang dengan yang lain tidak sama, hal ini terlihat dari beberapa hal antara lain :
• Seberapa besarnya tenaga yang digunakan dan dicurahkan untuk mencapai tujuan itu.
• Seberapa gigihnya dalam berusaha mencapai tujuan itu, meskipun banyak hambatan dan rintangan.
2. Menaruh Perhatian
Siswa memperhatikan unsur-unsur yang relevan sehingga terbentuk pola-pola perseptual tertentu. Siswa khususnya memperhatikan hal yang akan dipelajari, sehingga konsentrasi terjamin.
3. Pengolahan
Siswa mampu memahami informasi dalam memori jangka pendek dan mengolah informasi untuk mengambil maknanya.
4. Umpan Balik
Siswa mendapatkan konfirmasi sejauh mana prestasinya. Siswa mendapatkan konfirmasi tentang tepat tidaknya penyelesaian yang ditemukannya.
A. Pengembangan Pola Pikir (Kognitif)
Pembinaan pola pikir, yakni pembinaan kecerdasan dan ilmu pengetahuan yang luas dan mendalam sebagai penjabaran dari pada sifat Fathonah Rasulullah. Seseorang yang memiliki sifat fathonah tidak saja disebut cerdas tapi memiliki kebijaksanaan dalam berfikir dan bertindak. Mereka mampu belajar dan menangkap peristiwa yang terjadi disekitarnya, kemudian menjadikannya sebagai pengalaman dan pelajaran yang berharga serta memperkaya khazanah pengetahuan.
Toto Tasmara mengemukakan bahwa karakteristik yang terkandung dalam jiwa Fathonah antara lain:
a. The man of wisdom
b. High in integrity
c. Willingness to learn
d. Proactive stance
e. Faith in god
f. Creditable and reputable
g. Being the best
h. Empathy and compassion
i. Emotional maturity
j. Balance
k. Sense of mission
l. Sense of competition
Berkenaan dengan pengembangan pola pikir, Kenneth dalam Rosyada, (2004:140) mengurut indikator-indikator kecakapan pada aspek kognitif dengan level kecakapan: 1) mengetahui dan mengingat; 2) pemahaman; 3) penerapan; 4) kemampuan menguraikan; 5) unifikasi; 6) menilai.
Pengaturan kegiatan kognitif merupakan suatu kemahiran tersendiri; orang yang mempunyai kemahiran ini, mampu mengontrol dan menyalurkan aktivitas kognitif yang berlangsung dalam dirinya sendiri. Sasaran dari belajar pengaturan kegiatan kognitif adalah sistematisasi arus pikiran sendiri dan sistematisasi proses belajar dalam diri sendiri. Dalam psikologi modern sistematisasi dan pengaturan kegiatan mental yang kognitif ini dipandang sebagai suatu proses kontrol.
Tujuan-tujuan pembelajaran kerap mengandung sasaran supaya siswa belajar berpikir. Sasaran ini secara teoritis dibenarkan, tapi persoalannya bagaimana cara mengelola pengajaran kearah itu ?. berikut beberapa pemasukan bagi guru dalam mengembangkan kecakapan belajar berdasarkan fase belajar yang telah dikemukakan oleh Gagne (1988).
Guru membuat perhatian siswa terpusat pada tugas belajar yang dihadapi. Hal-hal tersebut dapat diusahakan melalui penjelasan kegunaan materi bahasan, dengan memberikan contoh tentang tujuan yang akan dicapai sehingga siswa mau belajar dan berminat.
Guru mengarahkan perhatian siswa kepada unsur-unsur pokok dalam materi pelajaran. Hal ini dapat dilakukan dengan menunjukkan kejadian tertentu dalam suatu demonstrasi, dengan menunjukkan bagian dari buku pelajaran misalnya, menguraikan pendahuluan dan sebagainya.
Peran guru dalam hal ini adalah membantu siswa untuk mencerna materi pelajaran dan menuangkannya ke dalam bentuk suatu rumusan verbal, skema atau bagan, dan guru memberikan petunjuk bagaimana mengambil inti atau membuat skema atau merumuskan konsep dan kaidah. Bila perlu guru memberikan pertanyaan-pertanyaan yang terarah guna membantu siswa menggali informasi yang telah tersimpan dalam memori.
Yang terakhir guru harus dengan segera memberikan umpan balik terhadap prestasi yang ditunjukkan siswa.
Seorang yang memiliki kemampuan kognitif yang baik, tidak hanya menguasai bidangnya, tetapi memiliki dimensi ruhani yang kuat. Keputusan-keputusannya menunjukkan warna kemahiran seorang profesional yang didasarkan pada sikap moral atau akhlak yang luhur.
B. Pengembangan Sikap (Afektif)
Pembinaan sikap mental mantap dan matang merupakan penjabaran dari sikap Amanah Rasulullah. Indikator seseorang yang mempunyai kecerdasan ruhaniah adalah sikapnya yang selalu ingin dipercaya (kredibel), menghormati dan dihormati. Sikap hormat dan dipercaya hanya dapat tumbuh apabila kita meyakini sesuatu yang kita anggap benar sebagai prinsip-prinsip yang tidak dapat diganggu gugat.
Mereka yang memiliki kecerdasan ruhaniah dihormati dan dipercaya bukan karena kemampuan fisiknya, tetapi karena kekuatan ruhaniah yang senantiasa diterimanya dengan penuh rasa Amanah.
Menurut Toto Tasmara, (2001:222) di dalam diri yang amanah ada beberapa nilai yang melekat, yaitu:
a. Rasa tanggung jawab.
b. Kecanduan terhadap kepentingan.
c. Al-Amin
d. Honorable.
Sikap inilah yang kemudian harus disertai strategi belajar-mengajar yang sudah didahului oleh konsep bermain dan belajar. Apabila konsep bermain memberikan kebebasan, dan belajar mengajak anak untuk memahami, maka bersikap adalah mempertahankan prinsip dan menunjukkan keinginan yang lahir dari dalam diri secara bertanggung jawab.
Sebetulnya konsep pembelajaran yang terlalu menekankan pada aspek penalaran/hafalan akan sangat berpengaruh terhadap sikap yang dimunculkan anak. Menghafal tentu ada gunanya. Namun kalau kemudian menjadi dominan dan mata pelajaran harus dihafal, maka akan melahirkan anak didik yang kurang kreatif dan berani dalam mengungkapakan pendapatnya sendiri. Mengajarkan sikap lebih pada soal memberikan teladan , bukan pada tataran teoritis.
Menurut Kenneth dalam Rosyada, (2004:141) dalam sikap terdapat beberapa indikator-indikator kecakapan yang dapat dijadikan ukuran yaitu, 1) penerimaan; 2) tanggapan; 3) penanaman nilai; 4) pengorganisasian nilai-nilai; dan 5) karakteristik kehidupan.
Belajar sikap berarti memperoleh kecenderungan untuk menerima atau menolak suatu objek berdasarkan penilaian terhadap objek itu sebagai hal yang berguna/berharga (sikap positif) atau tidak berharga/berguna (sikap negatif). Sikap merupakan suatu kemampuan internal yang berperan sekali dalam mengambil tindakan, lebih-lebih bila terbuka berbagai kemungkinan untuk bertindak atau tersedianya beberapa alternatif. Sikap merupakan suatu yang kompleks, karena sikap tidak bisa lepas dari komponen-komponen lainnya seperti kognitif dan konatif.
Terdapat proses yang terjadi pada seseorang untuk memunculkan sikap positif maupun negatif, diantarnya:
1. Proses Pengkondisian
Proses pembentukan sikap melalui pengkondisian ini telah banyak dieksperimenkan oleh para ahli psikolog misalnya Pavlov dengan teorinya stimulus respon dan Skinner dengan teorinya rein force ment yang dalam eksperimennya terhadap manusia lebih dikenal dengan nama “Behavior Modificatiol”.
Terlepas dari teori yang dikemukakan oleh para ahli diatas proses pengondisian itu memang perlu dilakukan dalam pelekatan (Internalisasi) nilai-nilai ajaran Islam.
Dalam proses belajar-mengajar di sekolah, siswa dapat memperoleh sikap-sikap baik yang positif atau negatif, meskipun siswa dan guru terkadang tidak menyadarinya. Suasana sekolah atau madrasah yang kondusif, proses pembelajaran yang aktif, kreatif dan menyenangkan, pencitraan yang baik terhadap mata pelajaran melahirkan perasaan senang siswa terhadap guru, bahkan perasaan senang tersebut dapat dipindahkan ke mata pelajaran yang dipegang oleh guru tersebut. Sebaliknya seorang guru yang bertindak galak dan kerap menyinggung perasaan siswa, lama-kelamaan rasa benci akan tumbuh dan akan pindah ke mata pelajaran yang dipegang oleh guru tersebut.
Secara kongkrit proses pengondisian atas sikap siswa di sekolah atau madrasah dapat dimanipulasi juga oleh guru misalnya, bila siswa memperoleh prestasi, ia mungkin diperbolehkan untuk melakukan sesuatu yang lain yang disukainya, atau memberikan hadiah yang berupa buku dan sebagainya, atau pujian dengan bahasa yang tepat dan sopan.
2. Belajar dari model
Proses pembentukan sikap melalui imitasi terhadap seseorang yang dihormati, dipercaya dan dikagumi senantiasa terlihat pada anak didik. Prinsip modeling ini sejalan dengan ungkapan Ki Hajar Dewantara ing ngarsa sung tulada. Sarason (1972) dan Bandura (1977) juga mengemukakan hal yang sama dengan memberikan penekanan terhadap pentingnya modeling atau keteladanan yang merupakan cara paling ampuh dalam mengubah sikap atau perilaku seseorang.
C. Pengembangan Moral (Psikomotorik)
Psikomotor, yakni pembinaan tingkah laku dengan akhlak mulia sebagai penjabaran dari sifat Shiddiq Rasulullah dan pembinaan keterampilan kepemimpinan yang visioner dan bijaksana sebagai penjabaran dari sifat Tabligh Rasulullah.
Toto Tasmara (2001:221) mengemukakan bahwa nilai tabligh telah memberikan muatan yang mencakup aspek kemampuan berkomunikasi, pimpinan, pengembangan dan peningkatan kualitas sumber daya manusia dan kemampuan diri untuk mengelola sesuatu.
Sikap tabligh melahirkan keyakinan, kekuatan, dan kesungguhan untuk melahirkan hasil unjuk kerja yang bernilai tinggi. Sikap seperti ini akan senantiasa mendorong individu untuk melakukan yang terbaik dalam hidupnya dan memberikan manfaat serta nilai guna bagi dirinya dan orang lain.
Belajar keterampilan motorik menurut kemampuan untuk merangkaikan sejumlah gerak-gerik jasmani sampai menjadi satu keseluruhan yang harus dilakukan dengan tulus karena Allah. Walaupun belajar keterampilan motorik mengutamakan gerakan persendian dalam tubuh, namun diperlukan pengamatan melalui alat indera dan secara kognitif, yang melibatkan pengetahuan dan pengalaman. Karena kompleksitas ini, oleh para psikolog belajar disebut belajar “persptual motor skill”. Sebagai indikator kecakapan dari aspek psikomotor berikut pendapat Kenneth dalam Rosyada, (2004:141) meliputi: 1) memperhatikan; 2) peniruan; 3) pembiasaan; dan 4) penyesuaian.
Mengingat ciri khas dari belajar keterampilan motorik, maka latihan memegang peranan pokok untuk mendarah-dagingkan keterampilan yang sedang dipelajari. Tanpa latihan dan pembiasaan, maka tidak mungkin seseorang menguasai keterampilannya menjadi miliknya.
Bila dirunut, maka hal-hal yang perlu dikembangkan dalam kecakapan psikomotor akan difahami sebagai berikut.
Keterampilan yang dipelajari membutuhkan usaha kontinyu dan banyak sekali latihan. Untuk itu usaha memotivasi siswa agar selalu ‘mood’ dalam menjalaninya sangat diperlukan.
Belajar keterampilan selalu menuntut pengamatan terhadap lingkungan untuk menentukan posisi fisik.Pengkonsentrasian perlu ditekankan agar mendapatkan hasil yang maksimal tanpa menyebabkan disfungsi keadaan fisik.
Mempelajari prosedur yang harus diikuti dan melatih diri, baik subketerampilan maupun keseluruhan rangkaian gerak-gerik, disertai koordinasi yang dilakukan ketika siswa mengolah informasi teoritis ke dalam aplikasi kegiatan motorik. Fase ini memegang peranan penting sekali.
Penggalian program mental yang tersimpan dalam ingatan jangka panjang, diperkirakan secara langsung akan menjadi masukan bagi fase prestasi.
Konfirmasi pengetahuan teoritis ke dalam tindakan aplikatif dapat mengambil wujud umpan balik intrinsik atau ekstrinsik, dapat menyempurnakan keterampilan, sehingga semuanya berjalan secara otomatis.
Otomatisasi ketempilan yang dikuasai menandakan keberhasilan dari kemampuan motoris yang direncanakan untuk dikuasai oleh siswa.

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Sesuai dengan fitrahnya. Manusia memilki tiga dimensi yaitu: Ruh, Akal, Jasad. Ketiga dimensi tersebut harus dipelihara dengan seimbang. Gagne dalam Winkel, (1996:369) menyatakan bahwa fase dalam kegiatan membelajarkan adalah sebagai berikut. 1. Motivasi, 2. Menaruh perhatian, 3. Pengolahan, 4. Umpan balik.
1. Pembinaan pola pikir, yakni pembinaan kecerdasan dan ilmu pengetahuan yang luas dan mendalam sebagai penjabaran dari pada sifat Fathonah Rasulullah. Pengaturan kegiatan kognitif merupakan suatu kemahiran tersendiri; orang yang mempunyai kemahiran ini, mampu mengontrol dan menyalurkan aktivitas kognitif yang berlangsung dalam dirinya sendiri. Sasaran dari belajar pengaturan kegiatan kognitif adalah sistematisasi arus pikiran sendiri dan sistematisasi proses belajar dalam diri sendiri. Seorang yang memiliki kemampuan kognitif yang baik, tidak hanya menguasai bidangnya, tetapi memiliki dimensi ruhani yang kuat. Keputusan-keputusannya menunjukkan warna kemahiran seorang profesional yang didasarkan pada sikap moral atau akhlak yang luhur.
2. Pembinaan sikap mental mantap dan matang merupakan penjabaran dari sikap Amanah Rasulullah. Indikator seseorang yang mempunyai kecerdasan ruhaniah adalah sikapnya yang selalu ingin dipercaya (kredibel), menghormati dan dihormati. Belajar sikap berarti memperoleh kecenderungan untuk menerima atau menolak suatu objek berdasarkan penilaian terhadap objek itu sebagai hal yang berguna/berharga (sikap positif) atau tidak berharga/berguna (sikap negatif). Sikap merupakan suatu kemampuan internal yang berperan sekali dalam mengambil tindakan, lebih-lebih bila terbuka berbagai kemungkinan untuk bertindak atau tersedianya beberapa alternatif. Sikap merupakan suatu yang kompleks, karena sikap tidak bisa lepas dari komponen-komponen lainnya seperti kognitif dan konatif. Terdapat proses yang terjadi pada seseorang untuk memunculkan sikap positif maupun negatif, diantarnya: 1. Proses Pengkondisian, 2. Belajar dari model
3. Psikomotor, yakni pembinaan tingkah laku dengan akhlak mulia sebagai penjabaran dari sifat Shiddiq Rasulullah dan pembinaan keterampilan kepemimpinan yang visioner dan bijaksana sebagai penjabaran dari sifat Tabligh Rasulullah. Sikap tabligh melahirkan keyakinan, kekuatan, dan kesungguhan untuk melahirkan hasil unjuk kerja yang bernilai tinggi. Belajar keterampilan motorik menurut kemampuan untuk merangkaikan sejumlah gerak-gerik jasmani sampai menjadi satu keseluruhan yang harus dilakukan dengan tulus karena Allah. Keterampilan yang dipelajari membutuhkan usaha kontinyu dan banyak sekali latihan.
B. Saran-saran
Demikian makalah ini kami susun, semoga bermanfaat bagi seluruh elemen Sekolah Tinggi Agama Islam Al-Qolam umumnya, khususnya Bapak Dosen Pengampu yang telah memberikan ilmunya kepada kita, dan Mahasiswa Semester VII. Makalah ini sangat jauh dari kesempurnaan, maka oleh karena itu kami mengharap saran serta kritikan yang bisa membawa makalah ini lebih sempurna lagi. Sekian.






DAFTAR PUSTAKA
Abdul Majid. Perencanaan Pembelajaran,Bandung: Rosda, 2007.
Abu Ahmadi, Drs., dan Nur Uhbiyati, Drs., Ilmu Pendidikan, Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2001.
Muhammad Alim, Drs., M.Ag., Pendidikan Agama Islam:Upaya Pembentukan Pemikiran dan Kepribadian Muslim, Bandung: Rosda, 2006.